01 Februari 2018
RAAF F-35 Lightning II (photo : Aus DoD)
CANBERRA, KOMPAS.com - AU Australia menghadapi masalah dengan jet-jet tempur F-35 Lightning II yang dipesannya dari Amerika Serikat.
Pesawat-pesawat canggih itu dinyatakan tidak siap tempur karena tidak bisa menembak sasaran dengan tepat.
Sejumlah laporan awal menyebut, saat ini tim teknis sedang memeriksa masalah di pesawat tersebut mulai dari mekanisme penguncian sasaran hingga ke perangkat lunaknya.
Menurut harian The Australian, pemerintah Negeri Kanguru telah membeli 100 buah pesawat F-35 Lightning II dari perusahaan Lockheed Martin dengan biaya total 17 miliar dolar AS atau sekitar Rp 227 triliun.
Masalah ini terungkap dalam laporan tahunan Direktur Evaluasi dan Tes Operasional Kemenhan AS yang dirilis awal tahun ini.
Laporan itu menyebut uji coba pesawat-pesawat canggih itu, yang amat penting untuk kesiapan tempurnya, kemungkinan akan ditunda.
RAAF F-35 Lightning II (photo : RAAF)
Meski jet-jet itu sudah lulus ujian struktur dan daya tahan, tetapi laporan tersebut mengatakan, masih diperlukan serangkaian uji coba.
Sejumlah uji coba itu misalnya kemampuan operasional, sistem perangkat lunak, integrasi senjata hingga kerapuhan balistik.
Lebih jauh, laporan itu memperingatkan bahwa F-35 Lightning II masih memiliki 213 kelemahan yang belum bisa diatasi, termasuk dalam sistem persenjataan.
Kelemahan dalam sistem persenjataan ini termasuk "error" dalam memperkirakan jarak sasaran, tidak ada konfirmasi kordinat sasaran tembak, serta masalah dalam sistem penguncian sasaran elektro-optik.
Pada Februari tahun lalu, ditemukan masalah antara posisi helm dengan garis pandang pilot. Meski bisa diatasi , masalah ini membuat pengiriman jet-jet tempur itu tertunda.
Laporan tersebut menambahkan, masalah lain adalah terkait sistem penguncian sasaran yang bergerak.
Dalam demonstrasi, akibat masalah ini pilot tak bisa memastikan kordinat sasaran karena persenjataan pesawat ini mengarah ke sasaran yang salah.
RAAF F-35 Lightning II (photo : Mick Clarke)
Masalah lain adalah terkait keselamatan pilot saat dia harus melontarkan diri dari kokpit di saat darurat.
Sebab, pilot dengan bobot tubuh di bawah yang ditetapkan tak bisa menerbangkan pesawat ini karena helm yang berat dikhawatirkan bisa mengakibatkan cedera fatal saat mereka harus melontarkan diri.
Seorang juru bicara Angkatan Bersenjata Australia mengatakan, sudah mengetahui laporan tersebut tetapi dia tetap yakin jet-jet tempur canggih itu bisa digunakan tepat pada waktunya.
"Dua pesawat F-35 pertama akan berbasis permanen di Australia mulai Desember tahun ini," ujar sang juru bicara seperti dikutip harian The Australian.
Seluruh jet pesanan AU Australia itu diharapkan sudah bisa dioperasikan pada 2023.
(Kompas)
RAAF F-35 Lightning II (photo : Aus DoD)
CANBERRA, KOMPAS.com - AU Australia menghadapi masalah dengan jet-jet tempur F-35 Lightning II yang dipesannya dari Amerika Serikat.
Pesawat-pesawat canggih itu dinyatakan tidak siap tempur karena tidak bisa menembak sasaran dengan tepat.
Sejumlah laporan awal menyebut, saat ini tim teknis sedang memeriksa masalah di pesawat tersebut mulai dari mekanisme penguncian sasaran hingga ke perangkat lunaknya.
Menurut harian The Australian, pemerintah Negeri Kanguru telah membeli 100 buah pesawat F-35 Lightning II dari perusahaan Lockheed Martin dengan biaya total 17 miliar dolar AS atau sekitar Rp 227 triliun.
Masalah ini terungkap dalam laporan tahunan Direktur Evaluasi dan Tes Operasional Kemenhan AS yang dirilis awal tahun ini.
Laporan itu menyebut uji coba pesawat-pesawat canggih itu, yang amat penting untuk kesiapan tempurnya, kemungkinan akan ditunda.
RAAF F-35 Lightning II (photo : RAAF)
Meski jet-jet itu sudah lulus ujian struktur dan daya tahan, tetapi laporan tersebut mengatakan, masih diperlukan serangkaian uji coba.
Sejumlah uji coba itu misalnya kemampuan operasional, sistem perangkat lunak, integrasi senjata hingga kerapuhan balistik.
Lebih jauh, laporan itu memperingatkan bahwa F-35 Lightning II masih memiliki 213 kelemahan yang belum bisa diatasi, termasuk dalam sistem persenjataan.
Kelemahan dalam sistem persenjataan ini termasuk "error" dalam memperkirakan jarak sasaran, tidak ada konfirmasi kordinat sasaran tembak, serta masalah dalam sistem penguncian sasaran elektro-optik.
Pada Februari tahun lalu, ditemukan masalah antara posisi helm dengan garis pandang pilot. Meski bisa diatasi , masalah ini membuat pengiriman jet-jet tempur itu tertunda.
Laporan tersebut menambahkan, masalah lain adalah terkait sistem penguncian sasaran yang bergerak.
Dalam demonstrasi, akibat masalah ini pilot tak bisa memastikan kordinat sasaran karena persenjataan pesawat ini mengarah ke sasaran yang salah.
RAAF F-35 Lightning II (photo : Mick Clarke)
Masalah lain adalah terkait keselamatan pilot saat dia harus melontarkan diri dari kokpit di saat darurat.
Sebab, pilot dengan bobot tubuh di bawah yang ditetapkan tak bisa menerbangkan pesawat ini karena helm yang berat dikhawatirkan bisa mengakibatkan cedera fatal saat mereka harus melontarkan diri.
Seorang juru bicara Angkatan Bersenjata Australia mengatakan, sudah mengetahui laporan tersebut tetapi dia tetap yakin jet-jet tempur canggih itu bisa digunakan tepat pada waktunya.
"Dua pesawat F-35 pertama akan berbasis permanen di Australia mulai Desember tahun ini," ujar sang juru bicara seperti dikutip harian The Australian.
Seluruh jet pesanan AU Australia itu diharapkan sudah bisa dioperasikan pada 2023.
(Kompas)