01 Maret 2018
KRI Waigeo 961 (photo : iNews)
Setelah 33 Tahun, KRI Waigeo-961 Akhiri Masa Bhaktinya
Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Waigeo (WGO)-961 dibawah jajaran Satuan Kapal Bantu (Satban) Koarmatim setelah bertugas sejak 9 Agustus 1985, tepat pada hari ini tanggal 28 Februari 2018 mengakhiri masa bhaktinya dengan melaksanakan upacara penurunan ular-ular perang dan lencana perang. Dipimpin oleh Kepala Staf Koarmatim (Kasarmatim) Laksamana Pertama TNI I.N.G. Sudihartawan, S.Pi., M.M., mewakili Pangarmatim Laksamana Muda TNI Didik Setiyono, S.E., M.M., upacara berlangsung di Dermaga Semampir Selatan Koarmatim, Ujung Surabaya. Selasa, (28/02/2018).
Dalam amanat Pangarmatim yang disampaikan oleh Kasarmatim menyampaikan bahwa, KRI Waigeo-961 merupakan jenis kapal Angkut Serba Guna (ASG) yang dalam sejarahnya kapal tersebut di produksi di galangan Fasharkan Manokwari pada tahun 1982 dan selanjutnya tanggal 9 Agustus 1985, KRI Waigeo resmi bergabung dalam jajaran TNI Angkatan Laut.
Selama 33 tahun masa kedinasannya, KRI Waigeo-961 telah melaksanakan berbagai penugasan berupa mendukung pergeseran personel maupun material ke seluruh wilayah tanah air, baik dalam rangka operasi militer maupun mendukung pembangunan nasional. Dengan kiprahnya selama ini, kehadirannya telah banyak memberikan kontribusi positif bagi terlaksananya tugas-tugas yang di emban TNI Angkatan Laut dan meninggalkan kebanggaan dalam pengabdian kepada bangsa dan negara.
KRI Waigeo-961 yang telah melaksanakan tugas operasi yaitu Satgasla Ambon dan Satgasla Biak dibawah kendali Guspurla Armatim, serta Operasi Pantura Jaya dengan Komandan terakhir adalah Lettu Laut (P) Hanni Chandra berdasarkan Surat Telegram Kasal Nomor 156/SOPS/0218 TWU.0213.1555 telah dilaksanakan penurunan bendera ular-ular perang diatas KRI Waigeo-961.
Sebagai kapal angkut serbaguna, KRI Waigeo memiliki panjang 31,3 meter, lebar 6,26 meter, tinggi lambung 2,6 meter, diameter taktis 130 meter, pendorong pokok Diesel Engine dengan kecepatan bertempur 20 nautical miles, bobot 200 ton, kapasitas muat personel 50 orang, dan jarak jelajah 1.000 mil.
Pangarmatim mengakhiri amanatnya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh mantan komandan ABK KRI Waigeo-961 atas semua prestasi yang telah dicapai melalui kerja keras, dedikasi, loyalitas, dan tanggung jawab serta profesionalisme seluruh ABK. “Kinerja ABK KRI Waigeo-961 merupakan hasil pembinaan yang panjang sejak kapal ini pertama kali masuk jajaran TNI AL hingga saat ini”, ungkapnya.
Ular-ular perang merupakan simbol kapal perang yang harus berkibar di tiang gafel KRI sebagai salah satu syarat dari kapal perang Republik Indonesia, sedangkan upacara penurunan ular-ular perang maupun lencana perang KRI merupakan upacara khas tradisi TNI Angkatan Laut yang menandakan berakhirnya operasional KRI melaksanakan pengabdian dalam menjaga perairan Yurisdiksi Nasional.
(TNI AL)
KRI Waigeo 961 (photo : iNews)
Setelah 33 Tahun, KRI Waigeo-961 Akhiri Masa Bhaktinya
Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Waigeo (WGO)-961 dibawah jajaran Satuan Kapal Bantu (Satban) Koarmatim setelah bertugas sejak 9 Agustus 1985, tepat pada hari ini tanggal 28 Februari 2018 mengakhiri masa bhaktinya dengan melaksanakan upacara penurunan ular-ular perang dan lencana perang. Dipimpin oleh Kepala Staf Koarmatim (Kasarmatim) Laksamana Pertama TNI I.N.G. Sudihartawan, S.Pi., M.M., mewakili Pangarmatim Laksamana Muda TNI Didik Setiyono, S.E., M.M., upacara berlangsung di Dermaga Semampir Selatan Koarmatim, Ujung Surabaya. Selasa, (28/02/2018).
Dalam amanat Pangarmatim yang disampaikan oleh Kasarmatim menyampaikan bahwa, KRI Waigeo-961 merupakan jenis kapal Angkut Serba Guna (ASG) yang dalam sejarahnya kapal tersebut di produksi di galangan Fasharkan Manokwari pada tahun 1982 dan selanjutnya tanggal 9 Agustus 1985, KRI Waigeo resmi bergabung dalam jajaran TNI Angkatan Laut.
Selama 33 tahun masa kedinasannya, KRI Waigeo-961 telah melaksanakan berbagai penugasan berupa mendukung pergeseran personel maupun material ke seluruh wilayah tanah air, baik dalam rangka operasi militer maupun mendukung pembangunan nasional. Dengan kiprahnya selama ini, kehadirannya telah banyak memberikan kontribusi positif bagi terlaksananya tugas-tugas yang di emban TNI Angkatan Laut dan meninggalkan kebanggaan dalam pengabdian kepada bangsa dan negara.
KRI Waigeo-961 yang telah melaksanakan tugas operasi yaitu Satgasla Ambon dan Satgasla Biak dibawah kendali Guspurla Armatim, serta Operasi Pantura Jaya dengan Komandan terakhir adalah Lettu Laut (P) Hanni Chandra berdasarkan Surat Telegram Kasal Nomor 156/SOPS/0218 TWU.0213.1555 telah dilaksanakan penurunan bendera ular-ular perang diatas KRI Waigeo-961.
Sebagai kapal angkut serbaguna, KRI Waigeo memiliki panjang 31,3 meter, lebar 6,26 meter, tinggi lambung 2,6 meter, diameter taktis 130 meter, pendorong pokok Diesel Engine dengan kecepatan bertempur 20 nautical miles, bobot 200 ton, kapasitas muat personel 50 orang, dan jarak jelajah 1.000 mil.
Pangarmatim mengakhiri amanatnya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh mantan komandan ABK KRI Waigeo-961 atas semua prestasi yang telah dicapai melalui kerja keras, dedikasi, loyalitas, dan tanggung jawab serta profesionalisme seluruh ABK. “Kinerja ABK KRI Waigeo-961 merupakan hasil pembinaan yang panjang sejak kapal ini pertama kali masuk jajaran TNI AL hingga saat ini”, ungkapnya.
Ular-ular perang merupakan simbol kapal perang yang harus berkibar di tiang gafel KRI sebagai salah satu syarat dari kapal perang Republik Indonesia, sedangkan upacara penurunan ular-ular perang maupun lencana perang KRI merupakan upacara khas tradisi TNI Angkatan Laut yang menandakan berakhirnya operasional KRI melaksanakan pengabdian dalam menjaga perairan Yurisdiksi Nasional.
(TNI AL)