MJA-Tech Tawarkan L-CAT Produksi Indonesia Dibawah Lisensi

20 Desember 2018


L-CAT versi shore to shore (photo : Defense Studies)

Setelah sukses  memasok Profense M134 gatling gun yang digunakan oleh pasukan TNI AD dan TNI AL, dalam pameran Indo Defence 2018 yang baru lalu PT Mandiri Jaya Abadi (MJA-Tech) membuat kejutan dengan tawaran kapal pendarat katamaran L-CAT yang diproduksi sendiri dibawah lisensi CNIM. Rencananya kapal ini akan diproduksi di fasilitas produksi MJA Tech di kawasan Serang, Banten. 



CNIM (Constructions industrielles de la Méditerranée) adalah perusahaan Prancis yang berdiri tahun 1856 dan menawarkan konsep baru kapal Landing Catamaran (L-CAT) pada tahun 2008, pada awal pemunculannya tipe yang disodorkan adalah ship-to-shore, yaitu jenis kapal pendarat yang beroperasi dari kapal Amphibious Assault Ship/LHD. Pada akhir 2016 lalu CNIM menawarkan lagi L-CAT versi shore-to-shore alias versi kapal pendarat yang dapat beroperasi mandiri.




Bagi anda penggemar teknologi pertahanan dan maritim khususnya, tentu sudah memahami bahwa kehadiran LCAT ini merupakan suatu inovasi tersendiri bagi Angkatan Laut karena dapat menggabungkan dua fungsi sekaligus dalam satu kapal sehingga pendaratan amfibi dapat dilakukan dengan aman dan cepat dari jarak yang relatif jauh terhadap pantai.



Salah satu keistimewaan dari kapal L-CAT ini adalah pada platform deck-nya yang dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan. Pada posisi deck naik kapal akan mempunyai moda sebagai kapal katamaran sehingga mampu melaju cepat hingga 35 knot (65 km/jam) namun badan tetap stabil terhadap terjangan ombak tinggi. Pada posisi deck rendah kapal akan mempunyai moda sebagai kapal pendarat yang mampu mendaratkan kendaraan pada pantai yang mempunyai gradien 2 derajat.


L-CAT varian ship-to-shore digunakan pada LHD/kapal serbu amfibi kelas Mistral AL Prancis dan Mesir atau dapat juga digunakan pada LPD yang mempunyai well deck standar NATO. Tipe ini mempunyai bodi kapal yang lebih rendah dibanding shore-to-shore karena menyesuaikan dengan ukuran pintu well deck, namun demikian L-CAT yang dibawa dapat berlayar hingga 500 mil (setara jarak Jakarta-Pontianak). Varian ini mempunyai kecepatan 18 knot (33 km/jam) saat membawa beban maksimal seberat 80 ton, dan mampu mencapai kecepatan penuh 30 knot (55 km/jam) saat tidak membawa beban. Dengan demikian Jakarta Pontianak dapat ditempuh 28 jam jika membawa beban penuh. 



Varian shore-to-shore L-CAT mempunyai spesifikasi yang lebih sangar lagi, dapat mengangkut beban hingga 100 ton, bahkan dapat melaksanakan operasi secara mandiri hingga sejauh 800 nm atau setara dengan jarak Surabaya-Balikpapan. Saat bobot penuh kecapatan masih dapat mencapai 25 knot (46 km/jam), dengan demikian Surabaya-Balikpapan dapat ditempuh 32 jam saja. Saat tidak membawa beban kapal ini dapat digeber hingga kecepatan 35 knot (65 km/jam), bahkan kapal ini mempunyai kualifikasi Sea State 6, naik satu level dibandingkan tipe ship to shore.



Pemanfaatan LCAT di Indonesia

Pertanyaannya jika LCAT digunakan di Indonesia, dimana peluang pemanfaatannya ? Memang ada 2 peluang penggunaan LCAT di lingkungan TNI, yaitu di TNI AD dan TNI AL. Selain itu ada juga pemanfaatan untuk OMSP (Operasi Militer Selain Perang) dan penggunaan sipil lainnya.


Setelah TNI AD mengadopsi tank tempur utama Leopard, maka untuk melakukan pergeseran tank tempur utama lintas pulau perlu difikirkan secara khusus. Bila melalui udara hanya pesawat angkut C-17 yang mampu, itupun TNI AU tidak punya, namun bila lewat laut hanya ada beberapa kapal yang mampu mengangkutnya.

TNI AD mempunyai kapal LCU yang dioperasikan oleh Batalyon Perbekalan dan Angkutan (YonBekAng/Air) jenis LCU 1200 (kapasitas 6 tank Leopard) dan LCU 1500 (kapasitas 8 tank Leopard) dengan kecepatan maksimal 14 knot. Dalam praktek latihan selama ini untuk loading-unloading masih memerlukan dermaga. Disini LCAT unggul dalam kecepatan (2X lipatnya lebih) dan loading-unloading yang dapat langsung dari pantai.


Jika menggunakan armada kapal TNI AL maka dibutuhkan LST kelas Teluk Bintuni  (kapasitas 6 tank Leopard) yang mempunyai kecepatan maksimum 16 knot. Hampir sama dengan LCU YonBekAng/Air, dalam latihan selama ini tetap diperlukan dermaga untuk loading-unloading tank Leopard. Disini LCAT juga unggul dalam kecepatan (2X lipatnya lebih) dan loading-unloading yang dapat langsung dari pantai.


Untuk mengangkut 1 peleton tank Leopard 2 (jumlah 4 tank) yang beratnya mencapai 62 ton ini maka diperlukan 4 LCAT, bila TNI AD mengadopsinya maka dapat dipastikan bahwa akan dioperasikan oleh YonBekAng/Air. Namun karena kapasitas angkutnya 100 ton maka dapat dikombinasikan dengan tank medium Harimau yang beratnya 32 ton, sehingga secara keseluruhan dapat mengangkut 4 Leopard dan 4 Harimau.


Untuk penggunaan OMSP (Operasi Militer Selain Perang) LCAT dapat digunakan untuk misi HADR (humanitarian aid and disaster relief) dimana kapal ini langsung dapat diberangkatkan untuk membawa peralatan zeni konstruksi dan logistik ketika terjadi bencana dan dapat sampai ke lokasi bencana dengan cepat tanpa menunggu kesiapan bandara ataupun dermaga.

Dengan ukuran 36x14 m LCAT shore to shore mempunyai ruang muatan yang lebih luas dibanding tipe ship to shore (image : CNIM)

Lalu bagaimana bila LCAT digunakan oleh TNI AL ? Tentunya yang akan mengoperasikan adalah Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), LCAT dapat mengisi Kapal Bantu - Angkut Serba Guna (ASG) yang saat ini sudah ditinggal pensiun oleh empat kapal LCU buatan PT PAL yaitu KRI Dore 580, KRI Kupang 582, KRI Dili 583, dan KRI Nusa Utara 584. Dalam penggunaan perang LCAT dapat mengangkut beberapa tank Korps Marinir sekaligus. Tank Marinir BMP3F 100mm ataupun nantinya Sprut 125mm tergolong tank ringan dengan bobot 19 ton, dengan panjang 7,2 m maka LCAT dapat membawa 3 tank sekaligus.

Untuk misi HADR tentu saja tentu saja kapal ini langsung dapat diberangkatkan untuk membawa peralatan berat batalyon/detasemen zeni Korps Marinir/KAPA/logistik ketika terjadi bencana, dapat langsung berangkat dan sampai ke lokasi bencana dengan cepat tanpa menunggu kesiapan bandara ataupun dermaga.


 .
Penggunaan untuk sipil kapal ini tentulah sebagai kapal ro-ro (roll on - roll off) alias kapal untuk memuat kendaraan yang digunakan untuk penyeberangan antar pulau. Lebih praktis karena untuk loading-unloading kapal ini tidak memerlukan dermaga. 

MJATech rencananya akan mendatangkan LCAT shore to shore dari CNIM pada awal tahun depan atau triwulan 1 tahun 2019 untuk melakukan demo pada Kementerian Pertahanan beserta calon penggunanya yaitu TNI AD dan TNI AL. Kita tunggu kedatangan LCAT di Jakarta tahun depan.

(Defense Studies)

Subscribe to receive free email updates: