06 Januari 2020
PT PAL juga dapat melakukan pekerjaan docking kapal selam (photo : TNI AL)
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2020 diprediksi masih akan menjadi tahun yang berat baik bagi pelaku industri galangan kapal dalam negeri. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi global masih belum membaik dan membuat transaksi perdagangan antarnegara masih sepi.
Alhasil, permintaan pembelian ataupun pembangunan kapal komersial atawa merchant ship seperti kapal tanker ataupun kapal cargo baru juga sepi peminat.
Selain dihadapkan oleh permintaan pembelian ataupun pembangunan kapal baru yang rendah, pelaku industri galangan dalam negeri juga harus bersaing dengan pengadaan kapal bekas dari luar negeri oleh para operator kapal nasional.
Alasannya, pengadaan kapal bekas dari luar negeri relatif memerlukan waktu yang lebih singkat dibanding pembelian kapal melalui skema pembangunan kapal baru.
“Jika kapal datang dari luar negeri dicat atau langsung dibersihkan sedikit bisa langsung pakai, kalau bangun baru kan bisa tunggu 2 tahun baru bisa dipakai,” kata Direktur Keuangan PT PAL Indonesia Irianto Sunardi kepada Kontan.co.id, Kamis (2/1).
Walau begitu, Irianto masih optimistis dapat mencatatkan pertumbuhan pendapatan di tahun 2020. Perusahaan pelat merah ini memperkirakan, pendapatan di tahun unu bisa mencapai Rp 2 triliun hingga Rp 2,3 triliun.
Terlebih, pada 2019 lalu, perusahaan pelat merah ini sudah mengantongi kontrak pembangunan kapal baru senilai Rp 6 triliun.
Untuk mengejar target pendapatan, PAL Indonesia mengandalkan segmen usaha lainnya, yakni usaha pemeliharaan dan perbaikan (harkan) atawa docking.
Lini usaha tersebut diyakini mampu memberikan pendapatan berulang dengan jangka waktu yang cepat (fast cash). Hal ini didukung oleh adanya kewajiban pemeliharaan kapal secara berkala oleh pemerintah.
Seperti yang diketahui, Pasal 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 mewajibkan setiap kapal yang telah memiliki sertifikat keselamatan untuk dipelihara (docking) secara berkala dan sewaktu-waktu.
Terlebih, jumlah kapal di Indonesia terbilang cukup banyak. Berdasarkan catatan Indonesian National Shipowner’s Association (INSA), kapal yang tergabung di dalam asosiasi mencapai 24.000 unit.
Namun demikian, Irianto tidak memungkiri bahwa pendapatan yang diperoleh dari lini usaha harkan memang lebih rendah dibanding lini usaha pembangunan kapal baru dan belum bisa menutup biaya operasional galangan kapal.
Faktanya, bisnis pembangunan kapal baru memang merupakan segmen usaha utama PAL Indonesia. Pada tahun 2019 saja misalnya, sekitar 80% pendapatan perusahaan tercatat berasal dari lini usaha pembangunan kapal baru.
Adapun kapal baru yang diproduksi meliputi kapal perang seperti kapal selam, kapal cepat rudal (KCR), kapal bantu rumah sakit (BRS), dan kapal landing platform dock (LPD). Kapal-kapal tersebut dijual kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI AL.
(Kontan)
PT PAL juga dapat melakukan pekerjaan docking kapal selam (photo : TNI AL)
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2020 diprediksi masih akan menjadi tahun yang berat baik bagi pelaku industri galangan kapal dalam negeri. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi global masih belum membaik dan membuat transaksi perdagangan antarnegara masih sepi.
Alhasil, permintaan pembelian ataupun pembangunan kapal komersial atawa merchant ship seperti kapal tanker ataupun kapal cargo baru juga sepi peminat.
Selain dihadapkan oleh permintaan pembelian ataupun pembangunan kapal baru yang rendah, pelaku industri galangan dalam negeri juga harus bersaing dengan pengadaan kapal bekas dari luar negeri oleh para operator kapal nasional.
Alasannya, pengadaan kapal bekas dari luar negeri relatif memerlukan waktu yang lebih singkat dibanding pembelian kapal melalui skema pembangunan kapal baru.
“Jika kapal datang dari luar negeri dicat atau langsung dibersihkan sedikit bisa langsung pakai, kalau bangun baru kan bisa tunggu 2 tahun baru bisa dipakai,” kata Direktur Keuangan PT PAL Indonesia Irianto Sunardi kepada Kontan.co.id, Kamis (2/1).
Walau begitu, Irianto masih optimistis dapat mencatatkan pertumbuhan pendapatan di tahun 2020. Perusahaan pelat merah ini memperkirakan, pendapatan di tahun unu bisa mencapai Rp 2 triliun hingga Rp 2,3 triliun.
Terlebih, pada 2019 lalu, perusahaan pelat merah ini sudah mengantongi kontrak pembangunan kapal baru senilai Rp 6 triliun.
Untuk mengejar target pendapatan, PAL Indonesia mengandalkan segmen usaha lainnya, yakni usaha pemeliharaan dan perbaikan (harkan) atawa docking.
Lini usaha tersebut diyakini mampu memberikan pendapatan berulang dengan jangka waktu yang cepat (fast cash). Hal ini didukung oleh adanya kewajiban pemeliharaan kapal secara berkala oleh pemerintah.
Seperti yang diketahui, Pasal 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 mewajibkan setiap kapal yang telah memiliki sertifikat keselamatan untuk dipelihara (docking) secara berkala dan sewaktu-waktu.
Terlebih, jumlah kapal di Indonesia terbilang cukup banyak. Berdasarkan catatan Indonesian National Shipowner’s Association (INSA), kapal yang tergabung di dalam asosiasi mencapai 24.000 unit.
Namun demikian, Irianto tidak memungkiri bahwa pendapatan yang diperoleh dari lini usaha harkan memang lebih rendah dibanding lini usaha pembangunan kapal baru dan belum bisa menutup biaya operasional galangan kapal.
Faktanya, bisnis pembangunan kapal baru memang merupakan segmen usaha utama PAL Indonesia. Pada tahun 2019 saja misalnya, sekitar 80% pendapatan perusahaan tercatat berasal dari lini usaha pembangunan kapal baru.
Adapun kapal baru yang diproduksi meliputi kapal perang seperti kapal selam, kapal cepat rudal (KCR), kapal bantu rumah sakit (BRS), dan kapal landing platform dock (LPD). Kapal-kapal tersebut dijual kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI AL.
(Kontan)